Panduan Lulus CPNS dan PPPK 2023 dengan Skor Maksimal
Dari tahun ke tahun, animo masyarakat untuk mengikuti seleksi CPNS selalu tinggi. Berkarir menjadi PNS merupakan dambaan bagi sebagain besar masyarakat Indonesia.
Lulus CPNS membutuhkan perjuangan, kita tidak bisa mengandalkan keberuntungan semata. Selain banyak berdo‘a tentu teman-teman harus usaha yang maksimal. Usaha ini dapat dilakukan dengan banyak mengerjakan latihan soal, seperti soal-soal yang disusun dalam buku ini.
Baca Juga :
Soal PPPK 2023 Lengkap dengan Pembahasannya
Target buku ini membantu teman-teman lulus seleksi CPNS 2023 dengan skor/nilai maksimal baik Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) maupun Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Agar lulus CPNS 2023, skor SKD tidak cukup dengan lulus passing grade saja, teman-teman harus mendapatkan skor maksimal agar masuk perangkingan 2x formasi.
Selain mempersiapkan diri menghadapi SKD, agar lulus CPNS 2023 teman-teman juga harus mempersiapkan diri mengikuti seleksi tahap 2 yaitu SKB. Selain materi dan Latihan soal CPNS, buku ini juga dilengkapi materi seleksi PPPK.
Buku ini disusun secara urut berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokarsi Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 (Permenpan RB No. 23 Tahun 2019) Tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019 dan Peraturan BKN No 1 Tahun 2019 tentang Teknis Pengadaan PPPK. Buku ini memberikan tips dan trik mengikuti tes seleksi CPNS dan PPPK 2023. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pejuang CPNS dan PPPK 2023.
SELEKSI KOMPETENSI DASAR (SKD)
Berdasarkan Permenpan No 23 Tahun 2019, materi Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS meliputi:
1. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk menilai penguasaan pengetahuan dan kemampuan mengimplementasikan:
a. Nasionalisme, dengan tujuan mampu mewujudkan kepentingan nasional melalui
cita-cita dan tujuan yang sama dengan tetap mempertahankan identitas nasional;
b. Integritas, dengan tujuan mampu menunjukkan sifat atau keadaan yang menjunjung
tinggi kejujuran, ketangguhan, kewibawaan sebagai satu kesatuan;
c. Bela negara, dengan tujuan mampu berperan aktif dalam mempertahankan eksistensi bangsa dan negara;
d. Pilar negara, dengan tujuan mampu membentuk karakter positif melalui pemahaman
dan pengamalan nilai-nilai dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika;
e. Bahasa Indonesia, dengan tujuan mampu menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan yang sangat penting kedudukannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Tes Intelegensi Umum (TIU) dimaksudkan untuk menilai:
a. Kemampuan verbal, yang meliputi:
- Analogi, dengan tujuan mengukur kemampuan individu dalam bernalar melalui perbandingan dua konsep kata yang memiliki hubungan tertentu kemudian menggunakan konsep hubungan tersebut pada situasi yang lain;
- Silogisme, dengan tujuan mengukur kemampuan individu untuk menarik kesimpulan dari dua pernyataan yang diberikan; dan
- Analitis, dengan tujuan mengukur kemampuan individu untuk menganalisis informasi yang diberikan dan menarik kesimpulan.
b. Kemampuan numerik, yang meliputi:
- Berhitung, dengan tujuan mengukur kemampuan hitung sederhana;
- Deret angka, dengan tujuan mengukur kemampuan individu dalam melihat pola hubungan angka-angka;
- Perbandingan kuantitatif, dengan tujuan mengukur kemampuan individu untuk menarik kesimpulan berdasarkan dua data kuantitatif; dan
- Soal cerita, dengan tujuan mengukur kemampuan individu untuk melakukan analisis kuantitatif dari informasi yang diberikan.
c. Kemampuan figural, yang meliputi:
- Analogi, dengan tujuan mengukur kemampuan individu dalam bernalar melalui perbandingan dua gambar yang memiliki hubungan tertentu kemudian menggunakan konsep hubungan tersebut pada situasi lain;
- Ketidaksamaan, dengan tujuan mengukur kemampuan individu untuk melihat perbedaan beberapa gambar;
- Serial, dengan tujuan mengukur kemampuan individu dalam melihat pola hubungan dalam bentuk gambar.
3. Tes Karakteristik Pribadi (TKP) untuk menilai:
- Pelayanan publik, dengan tujuan mampu menampilkan perilaku keramahtamahan dalam bekerja yang efektif agar bisa memenuhi kebutuhan dan kepuasan orang lain sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki;
- Jejaring kerja, dengan tujuan mampu membangun dan membina hubungan, bekerja sama, berbagi informasi dan berkolaborasi dengan orang lain secara efektif;
- Sosial budaya, dengan tujuan mampu beradaptasi dan bekerja secara efektif dalam masyarakat majemuk (terdiri atas beragam agama, suku, budaya, dan sebagainya);
- Teknologi informasi dan komunikasi, dengan tujuan mampu memanfaatkan teknologi informasi secara efektif untuk meningkatkan kinerja;
- Profesionalisme, dengan tujuan mampu melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan tuntutan jabatan.
TES WAWASAN KEBANGSAAN (TWK)
A. Nasionalisme Makna nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.
Kita sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa dan negara Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap bangsa dan negara tidak berarti kita merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan negara lain. Kita tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme) tetapi kita harus mengembangkan sikap saling menghormati, menghargai dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
Secara etomologis, nasionalisme berasal dari kata: ―natie‖ yang berarti dilahirkan/keturunan, ―nation‖ yang berarti bangsa, ―national‖ yang berarti ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain, dan nasionalitas yang berarti rasa kebangsaan, atau ―nationalist‖ yang berarti orang yang cinta persatuan/bangsa.
Dengan demikian, nasionalisme bisa didefinisikan menjadi dua pengertian.
Pertama, nasionalisme (lama) adalah paham kebangsaan yang berdasarkan kepada kejaayan masa lampau, nasionalisme (modern) adalah paham kebangsaan yang menolak penjajahan untuk membantu Negara yang bersatu, berdaulat, dan demokrasi. Pengertian pertama berlaku bagi negara-negara Eropa dan negara-negara merdeka.
Mereka merasa sebagai bangsa yang superior yang melahirkan kesombongan pada gilirannya menimbulkan imperialism atau penjajahan. Sedangkan pengertian kedua berlaku bagi negara-negara yang pernah mengalami masa penjajahan. Dengan perkataan lain bahwa nasionalisme yang kedua ini lahir atau merupakan reaksi terhadap imperialism. Pengertian nasionalisme yang kedua ini merupakan paham modern hasil revolusi Perancis.
Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme. Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai - nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa: menempatkan persatuan–kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara;bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri;mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia;mengembangkan sikap tenggang rasa.
Menurut H. Hadi, setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh.
Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya. Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini.
Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya. Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d‘entre) bangsa- bangsa di dunia.
Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsabangsa lain. Wawasan kebangsaan ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungan nusantara itu. Unsur-unsur dasar wawasan kebangsaan itu ialah: wadah (organisasi), isi, dan tata laku.
Dari wadah dan isi wawasan itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang: Satu kesatuan bangsa, satu kesatuan budaya, satu kesatuan wilayah, satu kesatuan ekonomi, dan Satu kesatuan hankam. Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.
Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan dan mempersatukan pulau-pulau yang tersebar di seantero khatulistiwa.
Sedangkan Wawasan Nusantara adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan. Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya.
Sedangkan arti dari wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita–cita nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupannya serta sebagai rambu–rambu dalam perjuangan mengisi kemerdekaan.
Wawasan nusantara sebagai cara pandang juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita – citanya.
Nasionalisme Indonesia mengandung beberapa aspek, yaitu :
1. Aspek ekonomi Sebagaimana diketahui, bahwa nasionalisme itu adalah reaksi dari kolonialisme, karena adanya eksploitasi yang menimbuilkan pertentangan kepentingan secara terus menerus. Penjajah melakukan tindakan eksploitasi ekonomi untuk melindungi kepentingan ekonominya. Kepentingan kaum kapitalis (penjajah) lebih mendapat prioritas dari pada kepentingan rakyat jajahan. Akibatnya kondisi hidup rakyat terbelakang (melarat, bodoh, menjadi penduduk nomor dua).Kondisi sosial ekonomi rakyat jajahan tersebut, menjadi daya dorong timbulnya solidaritas, yang kemudian diwujudkan dengan bentuk reaksi yang diucapkan dan agitasi (hasutan) terhadap orang asing.
2. Aspek sosial (munculnya kekuatan sosial) Solidaritas yang dibangun oleh rakyat jajahan, membawa terbentukya oraganisasiorganisasi dengan sifat dan struktur fungsional tersendiri yang kemudian berkembang menjadi wahana pergerakan nasional. Dalam perkembangannya, organisasi-organisasi tersebut menjadi jalan untuk membangun suatu kekuatan sosial.
3. Aspek kebudayaan Nasionalisme Indonesia pada tingkat awal juga dikenal sebagai kedaerahan, kesukuan, seperti : Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, rukun Minahasa, Pasundan. Budi Utomo sebagai organisasi induk pergerakan nasional, semula juga bersifat kedaerahan, hanya untuk orang Jawa. Maka organisasi ini membatasi kegiatannya dan tidak ingin mencampuri golongan lain. Namun dalam kenyataannya, Budi Utomo juga membuka kerjasama dengan golongan bangsa Indonesia lainnya, tujuannya adalah membentuk persatuan untuk melawan penjajah. Kesadaran inilah yang kemudian dipandang sebagai bibit nasionalisme.
4. Aspek politik Sudah bisa diduga, bahwa sistem kolonial itu berlawanan dengan unsur demokrasi, dan pemerintahan kolonial lebih memberi prioritas pada kepentingan modal kolonial dari pada kepentingan rakyat jajahan. Pergerakan sosial dianggap sebagai tindak kejahatan dan membahayakan ketertiban sosial dalam lingkungan kehidupan kolonial. Di tanah jajahan, dominasi politik kolonial akan melindungi monopoli ekonomi kilonial. Penjajah menggunakan pemerintahan kolonial sebagai alat kekuasaan, setiap aspirasi nasional (rakyat jaajahan) selalu dicegah. Nasionalisme Indonesia mestinya harus dipahami sebagai hak bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, dan karena itu anti imperialisme, jadi konsisten dengan prinsip demokrasi.
Nasionalisme akan berfungsi sebagai kekuatan yang menyatukan suku-suku, kelompok-kelompok etnis yang terpisah yang mendiami wilayah Nusantara. Sumber: Lembaga Administrasi Negara. (2015). Modul Pelatihan Dasar Calon PNS: Nasionalisme. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
B. Integritas Menurut KBBI, integritas/in-teg-ri-tas/ mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran; nasional wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.
Definisi lain dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartkan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lebih lanjut PBB mendefinisikan integritas sebagai sikap jujur, adil, tidak memihak (dalam urusan publik, pemerintahan, dan birokrasi).
Integritas mengacu kepada kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Dalam konteks pemerintahan dan birokrasi Integritas dimaksudkan sebagai penggunaan kekuasaan resmi, otoritas dan wewenang oleh para pejabat publik untuk tujuan-tujuan yang syah (justified) menurut hukum.
Lawan dari integritas adalah hipokrit. Seseorang dikatakan memiliki integritas apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan dan prinsip yang dipegangnya. Mudahnya, ciri seseorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya. Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin.
Baca Juga :
CONTOH SOAL CPNS TAHUN 2021 LENGKAP:TKW, TIU DAN TKP
Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas dipercaya karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi tindakannya.
Salah satu bentuk integrasi adalah asosiasi. Asosiasi atau perkumpulan adalah suatu kehidupan bersama antar individu dalam suatu ikatan. Kumpulan orang atau sekelompok individu dapat dikatakan kelompok sosial apabila memenuhi faktor-faktor sebagai berikut:
(1) kesadaran akan kondisi yang sama,
(2) adanya relasi sosial,
(3) orientasi pada tujuan yang telah ditentukan.
Apabila kelompok sosual dianggap sebagai sebuah kenyataan di masyarakat, maka individu merupakan kenyataaan yang memiliki sikap terhadap kelompok tersebut sebagai suatu kenyataan subjektif.
Di dalam masyarakat yang sudah komplek, biasanya individu menjadi kelompok sosial tertentu yang secara otomatis pula menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus, misal atas dasra keturunan, jenis kelamin atau kekerabatan tertentu. Keanggotaan mereka dalam kelompok dilakukan secara individual dengan persyaratan keanggotaannya secara sukarela. Asosiasi dapat dikatakan juga sebagai perkumpulan.
Pemimpin yang beretika dan berintegritas tentu saja harus dapat mentransformasikan nilai-nilai agama, mengimplementasikan nilainilai luhur Pancasila dan budaya bangsa dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kaitannya dengan kehidupan peribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mengingat orientasi masyarakat dan budaya bangsa kita masih bersifat paternalistik, maka yang penting adalah faktor keteladanan para pemimpin dalam menjunjung tinggi etika dan integritas.
Dewasa ini, kata integritas menjadi sesuatu yang sering sekali digunakan terutama di lingkungan kerja instansi pemerintah yang sedang gencar-gencarnya menggapai predikat Zona Integritas untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Integritas menjadi cenderung abstrak untuk diuraikan sebagai sebuah definisi yang sempurna juga terkait dengan terlalu banyaknya sesuatu sifat atau sikap yang dapat dilabeli sebagai sebuah perwujudan integritas. Integritas dikaitkan dengan karakteristik tertentu yang dimiliki sesuatu apa saja, seperti misalnya integritas jembatan, integritas database, integritas jaringan listrik, integritas tubuh, integritas orang, integritas kesenian, integritas perusahaan, integritas pasar, integritas pemerintahan, integrits negara, dan bahkan integritas ekosistem.
Meskipun ada nuansa karakteristik ―kompak‖ atau ―utuh‖ pada setiap sesuatu yang berintegritas, namun petunjuk tentang apa persisnya dan bagaimana mewujudkan kekompakan atau keutuhan itu belum jelas.
Seseorang dianggap berintegritas ketika ia memiliki kepribadian dan karakter berikut:
- Jujur dan dapat dipercaya
- Memiliki komitmen
- Bertanggung jawab
- Menepati ucapannya
- Setia
- Menghargai waktu
- Memiliki prinsip dan nilai-nilai hidup
Beberapa sikap yang dapat kita wujudkan dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari antara lain:
1. Ketaatan kepada Tuhan YME Tidak ada satupun agama yang mengajarkan keburukan dan membawa manusia kepada kehinaan. Keyakinan yang kuat atas ajaran yang telah ditentukan oleh Tuhan akan membawa manusia kepada kemuliaan akan senantiasa menggiring seseorang untuk bertindak sesuai dengan tuntunan Tuhan. Batasan mengenai baik dan buruk diuraikan dengan lebih konkret dalam ajaran agama.
Ajaran mengenai berbuat baik dengan ganjaran pahala dan kebaikan, di samping itu berbuat keburukan dengan ganjaran dosa dan hukuman sebagai pembalasan bagi pelaku dosa jika ia tidak bertaubat atau memohon ampunan kepada Tuhannya.
Inilah alasan penting mengapa ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi salah satu bentuk langkah nyata untuk melahirkan integritas di dalam diri kita. Senantiasa belajar untuk meningkatkan pengetahuan agama dan bergaul dengan lingkungan orang-orang yang taat dengan ajaran agama menjadi salah satu langkah awal untuk membangun keaatan diri kepada ajaran agama yang kita anut.
2. Kejujuran Kejujuran mungkin menjadi hal yang hampir terlihat mustahil untuk ada pada diri setiap orang belakangan ini. Pandangan ini juga tidak terlepas dari fenomena ketidakjujuran tokoh-tokoh yang cukup terpandang di sekitar kita yang kerap mempertontonkan perilaku curang, keji, dan berbohong secara terbuka di hadapan kita semua. Ini semua setidaknya meruntuhkan pandangan kita mengenai urgensi kejujuran dalam menjalani kehidupan ataupun profesi.
Bahkan lebih parahnya lagi, kita seolah menafikan kejujuran oleh siapapun dengan cenderung berburuk sangka dengan kebaikan atau kejujuran yang dilakukan oleh orang lain. Jujur berarti lurus hati, tidak bohong, tidak curang, dan mengikuti aturan yang berlaku. Kejujuran juga menjadi hal pokok dalam kehidupan seorang individu sebagai makhluk sosial.
Kejujuran dapat diukur ketika seorang individu berinteraksi dengan individu lain, karena kejujuran yang paling sederhana terwujud ketika seseorang memilih untuk bersikap lurus, tidak membohongi orang lain, atau mencurangi orang lain yang berinteraksi dengannya.
Di balik itu semua, kejujuran yang paling utama ialah kejujuran pada diri sendiri. Pada dasarnya setiap kali seseorang ingin melakukan perbuatan buruk, maka ia akan menghadapi penolakan pada hati nuraninya.
Keadaan ini kadang diabaikan hingga mengubah cara pandangnya dalam memandang sesuatu yang pada awalnya buruk, menjadi hal yang wajar untuk dilakukan. Inilah bentuk kejujuran terhadap diri sendiri yang jauh lebih fundamental untuk dilatih secara terus menerus yang akan membersihkan pandagan hati nurani, yang akan menjadikan kita sebagai individu yang jujur sebagai wujud integritas diri.
3. Disiplin Kata disiplin mengarahkan fikiran kita mengenai pola hidup yang teratur, tertib, taat pada aturan. Disiplin menjadi cerminan utama jati diri yang berintegritas. Displin juga dapat disebut sebagai wujud konkret dan hasil dari sebuah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran, dan tanggung jawab seseorang terhadap aturan yang ada dalam kehidupannya.
Sebagai sebuah contoh sederhana, seorang yang beragama terikat pada waktu-waktu tertentu baik dalam hal ibadah maupun mengenai tata cara kehidupan. Seorang muslim diperintahkan untuk melaksanakan ibadah shalat 5 (lima) kali dalam sehari yang waktunya telah ditetapkan.
Indikator ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada seseorang dalam hal ini dapat dilihat pada bagaimana seseorang mampu disiplin melaksanakan ibadahnya sesuai waktu dan tata cara yang telah ditetapkan tersebut. Begitupun disiplin hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya kejujuran dan tanggung jawab dalam diri seseorang.
Para pembohong bermula dengan pilihan seseorang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Untuk memperoleh keinginannya tersebut ia akan cenderung berbuat curang dan melanggar aturan/ketentuan yang berlaku.
Perbuatan yang seperti ini juga dilakukan karena seorang pembohong siap atau bermaksud untuk menghindari tanggung jawab atas apa yang seharusnya ia lakukan, sehingga ia memilih jalan curang untuk meraih keinginannya dan merugikan kepentingan orang lain.
Keadaan ini tentu sangat bertentangan dengan nilai disiplin itu sendiri. Disiplin adalah cerminan nyata atas adanya nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang. Inilah alasan mengapa displin menjadi salah satu poin penting perwujudan nilai integritas.
4. Tanggung Jawab Inilah sebuah sikap yang dalam pergaulan sehari-hari juga dikenal sebagai sikap yang gentle. Tanggung jawab diartikan juga sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya, atau fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.
Baca Juga :
UNDUH Pertanyaan SKB CPNS POL PP 2021
Sikap ini menjadi penting sebagai sebuah wujud inegritas, karena adanya sikap tanggung jawab pada diri seseorang akan menuntunnya untuk senantiasa menghindari perbuatan buruk atau tercela yang akan menimbulkan dampak buruk bagi dirinya. Hilangnya rasa tanggung jawab pada diri seseorang akan menjadikannya berani untuk berbuat sesukanya untuk kepentingan-kepentingan pribadinya tanpamenghiraukan dampak yang akan terjadi. Atas dampak perbuatannya tersebut.